Clean Air Asia Dorong Kebijakan Penanggulangan Polusi Udara yang Lebih Terukur di Indonesia

Jakarta – Polusi udara di wilayah Jabodetabek kini berada pada tingkat yang mengkhawatirkan. Konsentrasi tahunan PM2.5 selama lebih dari satu dekade tercatat terus melampaui baku mutu udara nasional, bahkan mencapai tujuh kali lipat dari standar pedoman WHO.

Kondisi ini menjadi dasar diselenggarakannya seminar bertajuk “Scaling Up Solutions for Clean Air with Data, Policy and Financing”, yang digelar oleh Clean Air Asia di Pullman Jakarta, Selasa (22/7). Acara ini menghadirkan perwakilan pemerintah pusat dan daerah, jurnalis, pegiat lingkungan, serta mitra pembangunan nasional dan internasional.

Ketua Board of Trustees Clean Air Asia, Dr. Bindu Lohani, dalam sambutannya menegaskan bahwa isu kualitas udara Jakarta bukan hanya masalah lingkungan, tetapi juga menyangkut kesehatan publik dan stabilitas ekonomi kawasan urban.

“Wilayah urban sangat penting. Kota-kota terus tumbuh dan berkembang, dan GDP terbesar berasal dari wilayah perkotaan. Namun, polusi udara menjadi ancaman nyata bagi keberlanjutannya,” tegasnya.

Dr. Bindu menambahkan bahwa meskipun polusi udara merupakan persoalan kompleks dan multisektor, Jakarta memiliki peluang besar untuk menjadi model kota sehat di Asia Tenggara.

Senada dengan hal itu, Rasio Ridho Sani, Deputi Bidang Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan (KLHK), menegaskan bahwa inovasi kebijakan tetap dibutuhkan untuk mendorong perbaikan kualitas udara secara berkelanjutan.

“Pada tahun 2002, kita memulai car free day sebagai bentuk kebijakan pengendalian polusi. Kini, program itu telah direplikasi di berbagai kota. Kami berharap workshop ini menghasilkan kolaborasi produktif untuk merumuskan kebijakan yang lebih berdampak ke depan,” ujar Rasio.

Salah satu sesi utama dalam seminar ini adalah pemaparan riset kolaboratif antara Clean Air Asia dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Direktur Clean Air Asia Indonesia, Ririn Radiawati Kusuma, menyampaikan bahwa riset ini berfokus pada pemetaan sumber dan sebaran emisi di Jabodetabek dan wilayah penyangga.

“Hasil studi ini akan menjadi dasar penting bagi pemerintah dalam menentukan langkah pengendalian emisi yang lebih efektif dan berbasis bukti,” jelas Ririn.

Seminar juga menghadirkan dua sesi diskusi panel yang dipandu oleh tokoh nasional: Bambang Susantono (Kepala Otorita IKN 2022–2024) dan Noni Sri Ayati Purnomo (Presiden Komisaris Blue Bird Group), yang juga merupakan anggota Board of Trustees Clean Air Asia.

Diskusi pertama menyoroti pentingnya membangun kesadaran publik terhadap krisis polusi udara. Dalam sesi ini, para panelis menekankan perlunya peran aktif berbagai pemangku kepentingan dalam menyukseskan implementasi roadmap kebijakan dan menyampaikan pentingnya udara bersih kepada masyarakat luas.

Diskusi kedua membahas skema pembiayaan udara bersih, yang kini banyak bertumpu pada kolaborasi multi-sektor, termasuk sektor filantropi dan pembiayaan campuran antara pemerintah dan swasta.

Menutup diskusi, Denny Silaban, Koordinator Pokja Perencanaan dan Pengembangan Direktorat Perlindungan dan Pengelolaan Mutu Udara KLHK, menyatakan harapannya agar riset dan forum ini melahirkan solusi jangka panjang.

“Penelitian Clean Air Asia bersama KLHK ini bukan sekadar project based, tetapi menjadi model yang bisa direplikasi oleh kota-kota lain di Indonesia dalam perumusan kebijakan lingkungan yang lebih baik,” pungkasnya.

Tinggalkan Balasan