Pengurus Pusat Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (PP KAMMI) ikut menaggapi soal keputusan Mahkama Konstitusi (MK), yang mengabulkan sebagian permohonan uji materi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum mengenai batas usia calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) diubah menjadi berusia 40 tahun atau pernah berpengalaman sebagai kepala daerah, Senin (16/10).
Ketua Umum PP KAMMI, Zaky Ahmad Riva’i menyayangkan putusan MK disaat isu dinasti politik sedang menguat. Menurut Zaky, keputusan MK tersebut seakan melegitimasi politik dinasti Presiden Jokowi.
“Dengan adanya putusan ini maka MK seakan melegtimasi politik dinasti. Sebab keputusan ini dibuat menjelang masa pendaftaran capres-cawapres Pilpres 2024. Tentu sarat kepentingan politik yang mengarah kepada politik dinasti presiden Jokowi yang saat ini sedang menguat diperbincangkan,” ujarnya.
Namun menurut Zaky, putusan ini positifnya memberikan peluang bagi anak muda yang berpengalaman untuk maju dalam kontestasi nasional.
“Adapun positifnya dari putusan MK ini, menguntungkan anak muda secara luas yang ingin mencalonkan diri sebagai capres dan cawapres lewat pengalaman sebagai kepala daerah. Tentu ini sebuah kemajuan, kesempatan yang sama bagi anak muda dalam kontestasi kepemimpinan nasional,” ungkap Zaky.
Seperti yang diketahui, putusan MK tersebut membuat Gibran Rakabuming Raka, wali kota Solo dan juga putra sulung Presiden Joko Widodo dapat mencalonkan diri pada Pilpres 2024. Gibran disebut-sebut menjadi calon wakil presiden Prabowo Subianto.
Menyikapi konsekuensi dari putusan MK tersebut, Ketua Bidang Kebijakan Publik, Ammar Multazim, menghimbau agar masyarakat tidak terpengaruh dan tetap memilih sesuai dengan hati nuraninya.
“Ada dan tidak adanya Putusan ini, Pemilu akan tetap berjalan. Pilihlah pemimpin sesuai hati nurani. Pemimpin yang punya visi jelas untuk memajukan Indonesia,” ucapnya.