Langkah PDIP Pasca-Penahanan Sekjen Hasto Kristiyanto

Jakarta – Penahanan Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan (PDIP), Hasto Kristiyanto, oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 20 Februari 2025 menjadi pukulan berat bagi partai tersebut. Hasto ditahan setelah 59 hari berstatus tersangka dalam dugaan kasus suap terkait pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR dan menghalangi penyidikan buronan Harun Masiku. Ia akan menjalani masa tahanan awal selama 20 hari di Rumah Tahanan Klas I Jakarta Timur hingga 11 Maret 2025 untuk kepentingan penyidikan.

Penahanan ini memicu berbagai reaksi politik, baik dari internal PDIP maupun pihak eksternal. PDIP pun mengambil sejumlah langkah sebagai respons terhadap situasi ini.

Tim Hukum PDIP Gelar Konferensi Pers

Pada hari yang sama dengan penahanan Hasto, tim hukum PDIP menggelar konferensi pers di Kantor DPP PDIP. Dalam pernyataan mereka, tim hukum mengkritik proses penahanan Hasto, khususnya keterlibatan aparat kepolisian yang dianggap berlebihan. Mereka menilai tindakan tersebut tidak menghormati aturan hukum, terutama karena PDIP tengah mengajukan upaya hukum terkait kasus ini.

PDIP juga mencurigai adanya intervensi pihak luar dalam proses hukum terhadap Hasto. Ketua DPP Bidang Reformasi Hukum PDIP, Ronny Talapessy, menduga KPK tidak bertindak secara independen, melainkan mendapat tekanan dari pihak eksternal. Ia merujuk pada pernyataan mantan Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata, dalam rapat kerja bersama Komisi III DPR pada Juli 2024, yang mengungkapkan bahwa loyalitas penyidik KPK kerap dipengaruhi oleh instansi asal mereka, seperti Kejaksaan Agung dan Polri.

Ronny juga menilai kasus hukum terhadap Hasto mulai menguat setelah ia aktif mengkritik kondisi demokrasi dan kekuasaan di Indonesia. Ia menyoroti bahwa Hasto ditetapkan sebagai tersangka sehari setelah pelantikan pimpinan baru KPK, sehingga menurutnya, ada dinamika politik yang berperan dalam kasus ini.

Selain itu, Ronny menegaskan bahwa penahanan Hasto dilakukan saat proses praperadilan masih berlangsung di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Menurutnya, KPK seharusnya menunggu putusan hakim sebelum melakukan penahanan. Jika nantinya hakim menyatakan bahwa status tersangka Hasto tidak sah, maka KPK wajib membebaskannya sesuai Pasal 82 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.

Megawati Instruksikan Penundaan Retret di Akmil

Sebagai tanggapan atas penahanan Hasto, Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri, menginstruksikan seluruh kepala daerah dari partainya untuk menunda keberangkatan mereka ke retret yang dijadwalkan di Akademi Militer (Akmil) Magelang.

Instruksi tersebut tertuang dalam Surat Nomor 7294/IN/DPP/II/2025, yang diterbitkan pada 20 Februari 2025. Megawati meminta para kepala daerah dan wakilnya untuk menghentikan perjalanan ke Magelang dan tetap berkomunikasi aktif menunggu arahan lebih lanjut dari pimpinan partai.

Juru Bicara PDIP, Guntur Romli, mengonfirmasi keberadaan surat instruksi tersebut namun menolak memberikan penjelasan lebih lanjut terkait latar belakang keputusan tersebut. Saat ditanya mengenai kemungkinan adanya pertemuan di kediaman Megawati di Jalan Teuku Umar, Jakarta Pusat, pada malam yang sama, Guntur mengaku tidak mengetahui informasi tersebut.

Megawati Ambil Alih Komando Tanpa Tunjuk Plt Sekjen

Pasca-penahanan Hasto, PDIP tidak menunjuk pelaksana tugas (Plt) Sekjen. Ketua DPP Bidang Kehormatan PDIP, Komarudin Watubun, menyatakan bahwa semua keputusan partai kini langsung berada di bawah kendali Megawati Soekarnoputri.

Terkait kemungkinan langkah politik PDIP dalam membela Hasto melalui fraksi di DPR, Komarudin menegaskan bahwa keputusan tersebut berada di tangan Megawati. Ia menekankan bahwa fraksi PDIP di DPR adalah perpanjangan dari DPP PDIP, sehingga mereka akan menunggu arahan lebih lanjut dari Ketua Umum.

Tinggalkan Balasan